Bertandang ke Desa Sade Lombok Usai Gempa
Selama ini yang saya tahu, Lombok hanya molek dengan pantainya, dan gagah dengan Gunung Rinjaninya. Kemana saja saya selama ini? Baru saya tahu, bahwasanya Lombok memiliki tempat wisata berupa desa adat.
Sebuah desa yang berkesan masih murni dan seolah waktu berhenti menggerakkan jarum jamnya hingga arus modernnitas seolah tak berlaku di sini. Tempat itu adalah Desa Sade. Sebuah wisata Indonesia yang menarik, yang berlokasi di Rembitan, Lombok Tengah.
Setelah bertahun-tahun memupuk mimpi, saya akhirnya sampai di Pulau Lombok. Meskipun kali ini terwujud bukan sebagai pelancong. Sebuah agenda tak terduga, menjadi relawan gempa Lombok akhirnya justru membawa saya benar-benar menginjak Lombok. Di awal keberangkatan, saya mewanti-wanti diri saya sendiri untuk setulusnya meniatkan diri demi kemanusiaan dan bukan untuk traveling. Jadinya saya sangat bersyukur: saat akhirnya selesai masa tugas, saya bersama teman-teman satu tim ternyata berkesempatan mengunjungi beberapa tempat wisata di sana. Termasuk Desa Wisata Sade.
Memasuki gerbang Desa Sade, pandangan kami tertuju pada atap gerbang berbentuk melengkung khas atap rumah milik suku Sasak. Tentu saja, karena Desa Wisata Sade adalah rumah para keturunan suku Sasak Lombok yang sampai hari ini masih kental dengan budayanya.
Amak Rio, salah satu Warga Desa Sade menjadi tur guide kami hari itu. Dibawanya kami berkeliling melewati jalanan sempit Desa Wisata Sade. Melihat-lihat sisi lain sebuah Desa yang berbeda dengan desa-desa lain yang pernah saya lihat sebelumnya
"Gempa yang kemarin mengguncang itu, terasa juga sampai di sini. Kencang. Tapi bangunan di sini bangunan yang masih bisa goyang. Jadi tidak ada rumah yang rusak," terang Amak Rio, menjawab rasa penasaran saya tentang bagaimana gempa memberikan efek ke Desa Sade. Tidak seperti desa Jeringo tempat kami menjadi relawan, yangmana nyaris 90% rumah di sana rusak, rumah-rumah bambu Desa Sade terlihat dalam kondisi yang baik.
Rumah-rumah di Desa Sade terdiri dari 150 rumah, rumah-rumah ini masih sangat sederhana. Berdinding anyaman bambu, dengan lantai yang terbuat dari tanah liat bercampur sekam padi, plus sebuah kenyataan unik yangmana ternyata lantai rumah Desa Sade dilumuri kotoran kerbau dicampur sedikit air, lalu digosok dengan batu
Yeah, kenyataan unik yang membuat saya menelan ludah saking kaget. Heran, lantai yang saya injak pernah dipel dengan kotoran kerbau/sapi setiap beberapa waktu ternyata. Tidak berbau sih, terlihat bersih malah. Katanya, memang fungsi penggunaan kotoran kerbau itu untuk membersihkan lantai dari debu, menguatkan lantai, sebagai anti nyamuk dan memang sudah menjadi tradisi masyarakat di sana.
Selain masalah lantai, keunikan yang lain rumah di Desa Sade adalah masing-masing rumah memiliki ruangan tersendiri untuk melahirkan. Ruangan itu berupa sebuah ruangan dibalik sebuah pintu agak bulat yangmana untuk menaikinya perlu menaiki beberapa anak tangga.
"Nanti ada dukun bayi yang datang ke rumah kalau ada yang akan melahirkan," jelas Amak Rio sebelum saya mempertanyakan keheranan saya.
Melempar pandang ke sisi atap. Rumah-rumah di desa Sade, atap rumahnya terbuat dari alang-alang kering yang menurut Amak Rio bisa tahan 7-8 tahun. Jenis rumah di sini selain berfungsi sebagai tempat tinggal, juga terdapat tiga jenis rumah dengan fungsi yang lain, yakni Bale Bonter, Bale Kodong dan Bale Tani.
Dari ketiga jenis rumah ini, Bale Kodong adalah yang paling unik. Sebuah rumah berukuran kecil, yang digunakan sebagai tempat tinggal pasangan yang baru saja menikah. Mungkin istilahnya, semacam gubug asmara.
Teman di Depan Pohon Cinta |
Dari kunjungan kemarin, saya jadi tahu bahwasanya ada tradisi berbeda perihal pernikahan di Desa Sade. Sebuah pohon yang dijuluki sebagai pohon cinta di sana, dijadikan semacam pohon yang menjadi saksi bisu dua orang yang saling mencintai. Pohon tersebut saat saya ke sana tak berdaun. Namun bentuk dahan-dahannya terlihat eksentrik berdiri diantara rumah-rumah warga. Jika ada pasangan yang akan menikah, maka si perempuan harus dibawa kabur oleh si lelaki terlebih dahulu.
Pohon Cinta menjadi tempat janjiannya si lelaki dan si perempuan sebelum si perempuan dibawa lari. Usai dibawa lari, maka kerabat si lelaki akan mengirim utusan yang memberitahu bahwasanya anaknya telah diculik oleh si lelaki. Setelah itu baru proses pernikahan dilangsungkan. Usai menikah, maka pasangan tersebut akan tinggal sehari di Bale Kodong.
Namun selain berfungsi sebagai tempat pasangan yang baru menikah, Bale Kodong juga menjadi tempat tinggal orang yang sudah lanjut usia.
Rombongan kami sempat dikenalkan kepada Nenek Ramlan. Seorang nenek-nenek yang paling tua di desa Sade dengan usia yang diperkirakan sudah 102 tahun. Ia duduk di depan rumah Bale Kodong, memperdagangkan beberapa kain songket, serta beberapa gelang benang yang berwarna-warni saat saya menghampirinya.
Nenek Ramlan |
Warga Desa Sade banyak yang tidak bisa berbahasa Indonesia, apalagi bagi mereka yang berusia lanjut seperti Nenek Ramlan. Amak Rio bahkan harus mentranslatekan omongan saya dalam bahasa Sasak saat saya hendak membeli gelang tersebut.
"Gelang ini gelang yang dipercaya sebagai gelang anti gempa," saat transaksi jual-beli gelang, perhatian saya justru tak sengaja tertuju pada tangan nenek Ramlan. Berbeda dengan gelang yang saya beli, nenek Ramlan juga mengenakan gelang, namun yang ia pakai adalah gelang benang yang mirip tali kenur.
Menurut penuturan Amak Rio, gelang benang tersebut terbuat dari kapas yang dipintal atau istilahnya gelang tikian.
"Gelang ini dipakai tua, muda, besar kecil semua pakai," ujar Amak Rio lagi. Menurutnya, gelang tersebut diperoleh dari orang pintar yang ada di desa.
Saat kembali berjalan saya mengamati orang-orang di sana. Dan benar saja, dari pedagang kain songket, bapak-bapak bersarung, ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya, semua menggunakannya.
"Saya juga pakai" pamer dua orang anak kecil saat ia tahu saya menjepretkan kamera ke gelang yang dipakai beberapa penduduk desa. Saya tersenyum lantas menghampiri kedua bocah itu yang ekspresinya langsung berubah malu-malu dan takut-takut saat saya beneran menghampiri dan menjepretkan kamera ke arah mereka.
"Paska gempa ini, pengunjung berkurang sekali, Mbak," cerita Amak Rio saat kami usai berkeliling di Desa Wisata Sade. Saya hanya mengangguk-angguk prihatin. Sebelum ke Sade, kami sempat berkunjung ke beberapa Pantai Lombok dan memang Pantai juga terlihat sepi saat itu. Yeah bagaimanapun kawasan yang baru saja terjadi bencana tentunya wajar jika pengunjungnya berkurang.
Gempa yang melanda Lombok yang seolah belum juga berhenti bahkan hingga hari ini, cukup membawa dampak tersendiri bagi sektor pariwisata Lombok. Meskipun Desa Sade tidak sampai luluh lantak seperti halnya di beberapa wilayah Lombok yang lain, seperti kawasan Lombok Utara maupun Lombok Barat, namun tak terpungkiri kunjungan turis dirasa benar berkurang oleh warga Desa Wisata Sade.
Lombok banyak memberi pelajaran kepada saya kemarin. Salah satunya adalah mengenai ketidakpastian dalam hidup. Kita tidak pernah tahu, kapan bencana itu akan datang. Namun apapun yang terjadi hidup harus berlanjut. Tak peduli seberapa jauh kita terseok-seok, kita harus tetap berjalan dan tidak terpaku pada kesedihan atas semua yang hilang.
Usai dari Lombok, saya membatin dalam hati, suatu hari saya akan kembali lagi ke pulau itu. Menengok kembali anak-anak tempat kami menjadi relawan, mengunjungi kawasan pantai, mendaki rinjani, dan tentunya kembali ke Desa Sade. Yeah karena saya berharap ke depan, saya datang sebagai pelancong. Semoga ke depan Lombok sudah pulih dan tak ada lagi bencana menghampiri.
**tulisan ini saya pindah dari tulisan saya di blog berplatform inisial "K". Saking saya lagi sebel sama portal tersebut lantaran hadiah saya nggak cair-cair. Yeah, moga habis ini cepetan cair lah
2 comments
Kalau dilihat malah rumah-rumah tradisional lebih tahan gempa ya kak dibandingkan dengan rumah-rumah modern. Semoga Lombok cepat bisa kembali ke keadaan seperti semula
ReplyDeleteAlhamdulillah Desa Sade masih utuh dan aman meskipun sempat kena guncangan gempa.
ReplyDeleteSemoga yang tersaji, bisa bermakna.
Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook
Terima Kasih :)