Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari, Dan Cerita Tentang Persebaran Islam di Tanah Jawa (Bagian 2)
Ketenaran Kampung Wayang Kepuhsari sebenarnya sudah lama saya dengar. Akan tetapi, baru beberapa waktu lalu saya sebagai warga Wonogiri berkunjung ke sana.
Sosok itu sedang duduk di depan rumah. Sebuah rumah kayu berlantai keramik di Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari Wonogiri. Dari balik kacamata hitamnya, pria yang mungkin seusia ayah saya itu melirik ke arah saya dan adik. Tangannya masih memegang pukul, namun gerakan tatahannya ia hentikan sesaat.
Usai mengutarakan niat ingin melihat-lihat, bapak itu lantas mengarahkan kami ke galeri. Ia tampak biasa saja menyambut kehadiran kami. Menyaratkan, bahwa lokasi rumahnya sudah terlalu terbiasa menjadi jujugan kunjungan wisatawan.
Benar saja, dari ceritanya Kampung Wayang Kepuhsari Wonogiri ini telah sering kedatangan para tamu wisatawan yang justru banyak diantaranya turis mancanegara.
“Itu sampai di depan dibuatkan prasasti oleh seorang turis Kalifornia mbak. Jadi turis tersebut suka keliling ke berbagai negara, kemudian bikin prasasti. Di wonogiri yang dibikin prasasti Pantai Nampu, sama di sini,” ceritanya bangga.
Kampung Wayang Kepuhsari menyediakan paket wisata untuk para turis baik lokal maupun Internasional. Ada beberapa pilihan paket yang bisa dipilih. Nantinya para wisatawan bisa mengikuti workshop tentang wayang kulit, menginap di homestay yang sudah disediakan, belajar melukis wayang dengan media kaca, belajar membuat wayang yangmana hasil akhirnya nanti bisa dibawa pulang, serta diajak berkeliling ke beberapa tempat wisata sekitar Manyaran seperti menikmati sunset di gunung Watu Kotak, atau berbasah-basahan di air terjun banyu nibo.
“Saya kira di sini hanya ada wayang kulit, Pak,” ujar saya saat ternyata galeri itu banyak memajang pajangan lukisan wayang.
“Wohh, tidak Mbak. Di sini sedia lukisan wayang, hiasan kecil-kecil ini. Malah justru sekarang yang banyak digemari wayang kullit kecil-kecil ini,” ia lantas menunjukkan kepada kami wayang kulit versi mini yang ia maksud.
“Turis-turis itu, senang kalau wayang yang mereka beli bisa masuk ke dalam tas. Kalau wayang yang gedhe itu kan susah masuk,” terangnya lagi.
Beberapa kotak di meja berisi beberapa hiasan wayang mulai dari gantungan wayang besi, wayang kulit yang berupa lulang tanpa diwarna, pembatas buku wayang, atau tempelan kulkas wayang terlihat di tumpuk di kotak-kotak tersebut.
“Ini undangan untuk ASIAN Games itu Pak?” sebuah gunungan wayang dengan warna berbeda dan dilengkapi simbol ASIAN GAMES saya ambil dari tumpukan itu. Saya pernah melihat benda itu sebelumnya. Beberapa waktu sebelum kedatangan kami, saya pernah melihat akun salah satu medsos kota Wonogiri yang memviralkan benda tersebut.
“Betul Mbak. Itu untuk undangan tamu-tamu penting. Itu sama wayangnya juga,” ia lantas menunjukkan barang yang ia maksud. Hemm, saya ikutan bangga. Undangan tersebut nantinya ditujukan pada petinggi-petinggi negara sendiri maupun negara tetangga. Mengusung tema wayang, bukankah itu Indonesia banget? Salut untuk tim ASIAN Games yang punya ide ini.
“Turis asing itu, cepat sekali belajarnya. Walau terkendala bahasa dalam menjelaskan, tapi mereka cepat sekali bisa menatah wayangnya. Kalau menjelaskan sama turis lokal biasanya perlu dijelaskan beberapa kali, tapi kalau sama bule mereka cepat paham. Mungkin karena mereka merasa datang dari jauh, makanya pengen bener-bener bisa,” cerita si Bapak lagi.
“Jadi ya jangan sampai mereka di sini belajar bikin wayang, ehh malah suatu hari orang-orang Indonesia datang ke luar negri dengan alasan yang sama," tuturnya saya benarkan.
“Wayang itu punya kita Mbak. Jangan sampai diklaim negara lain, kita baru ribut,” saat kembali ke depan rumah, si Bapak berujar lagi.
Ia lantas kembali duduk pada tempatnya semula saat menatah wayang. Sembari melakukan kembali aktifitasnya ia menerangkan kepada kami cara pembuatan wayang seperti yang sudah saya jelaskan di tulisan pertama.
Baca juga catatan saya sebelumnya Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari, Dan Cerita Tentang Persebaran Islam di Tanah Jawa (Bagian 1)
"Wayang itu paling susah kalau bikin gunungan. Waktunya lebih lama," jelasnya kembali
"Kenapa pak?" saya ingin tahu juga. Padahal saya rasa gunungan hanya bentuknya seperti gunung saja kan?
Ia lantas meletakkan kembali alat tatahnya, masuk ke dalam rumah, dan ke luar dengan gunungan yang belum selesai ditatah.
"Ini Mbak, bikin patran ini yang susah. Motif ini rumit, nggak boleh putus, dan bikinnya nggak pakai digambar," tunjuknya pada motif yang ada di gunungan. Motif tersebut seperti ukiran dedaunan. Baru saya tahu bahwa kalau gunungan wayang jika didekatkan akan terlihat serumit itu. Pantas saja lebih lama.
“Paling penting itu generasi mudanya supaya mau melestarikan. Kalau sekolah-sekolah di sekitar sini ada pelajaran mulok, jadi di situ ada tentang pembuatan wayang. Anak-anak sekolah itu banyak yang belajar langsung di rumah-rumah para pengrajin. Di sini SMP-SMA udah banyak yang bisa cari uang sendiri, bantu-bantu bikin wayang sekaligus belajar.” tuturnya membuat saya makin salut.
Menuju kemari susah kalau tak pakai kendaraan pribadi. Jadi sarannya bawa motor sendiri saja
Nah buat kamu yang ingin berkunjung ke Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari Manyaran Wonogiri, bisa dateng ke sana saat liburan nanti. Untuk reservasi paketan wisata, bisa menghubungi Retno: 085326775388
Sosok itu sedang duduk di depan rumah. Sebuah rumah kayu berlantai keramik di Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari Wonogiri. Dari balik kacamata hitamnya, pria yang mungkin seusia ayah saya itu melirik ke arah saya dan adik. Tangannya masih memegang pukul, namun gerakan tatahannya ia hentikan sesaat.
Usai mengutarakan niat ingin melihat-lihat, bapak itu lantas mengarahkan kami ke galeri. Ia tampak biasa saja menyambut kehadiran kami. Menyaratkan, bahwa lokasi rumahnya sudah terlalu terbiasa menjadi jujugan kunjungan wisatawan.
Benar saja, dari ceritanya Kampung Wayang Kepuhsari Wonogiri ini telah sering kedatangan para tamu wisatawan yang justru banyak diantaranya turis mancanegara.
“Itu sampai di depan dibuatkan prasasti oleh seorang turis Kalifornia mbak. Jadi turis tersebut suka keliling ke berbagai negara, kemudian bikin prasasti. Di wonogiri yang dibikin prasasti Pantai Nampu, sama di sini,” ceritanya bangga.
Kampung Wayang Kepuhsari menyediakan paket wisata untuk para turis baik lokal maupun Internasional. Ada beberapa pilihan paket yang bisa dipilih. Nantinya para wisatawan bisa mengikuti workshop tentang wayang kulit, menginap di homestay yang sudah disediakan, belajar melukis wayang dengan media kaca, belajar membuat wayang yangmana hasil akhirnya nanti bisa dibawa pulang, serta diajak berkeliling ke beberapa tempat wisata sekitar Manyaran seperti menikmati sunset di gunung Watu Kotak, atau berbasah-basahan di air terjun banyu nibo.
“Saya kira di sini hanya ada wayang kulit, Pak,” ujar saya saat ternyata galeri itu banyak memajang pajangan lukisan wayang.
“Wohh, tidak Mbak. Di sini sedia lukisan wayang, hiasan kecil-kecil ini. Malah justru sekarang yang banyak digemari wayang kullit kecil-kecil ini,” ia lantas menunjukkan kepada kami wayang kulit versi mini yang ia maksud.
“Turis-turis itu, senang kalau wayang yang mereka beli bisa masuk ke dalam tas. Kalau wayang yang gedhe itu kan susah masuk,” terangnya lagi.
sovenir wayang kepuhsari |
Beberapa kotak di meja berisi beberapa hiasan wayang mulai dari gantungan wayang besi, wayang kulit yang berupa lulang tanpa diwarna, pembatas buku wayang, atau tempelan kulkas wayang terlihat di tumpuk di kotak-kotak tersebut.
“Ini undangan untuk ASIAN Games itu Pak?” sebuah gunungan wayang dengan warna berbeda dan dilengkapi simbol ASIAN GAMES saya ambil dari tumpukan itu. Saya pernah melihat benda itu sebelumnya. Beberapa waktu sebelum kedatangan kami, saya pernah melihat akun salah satu medsos kota Wonogiri yang memviralkan benda tersebut.
“Betul Mbak. Itu untuk undangan tamu-tamu penting. Itu sama wayangnya juga,” ia lantas menunjukkan barang yang ia maksud. Hemm, saya ikutan bangga. Undangan tersebut nantinya ditujukan pada petinggi-petinggi negara sendiri maupun negara tetangga. Mengusung tema wayang, bukankah itu Indonesia banget? Salut untuk tim ASIAN Games yang punya ide ini.
“Turis asing itu, cepat sekali belajarnya. Walau terkendala bahasa dalam menjelaskan, tapi mereka cepat sekali bisa menatah wayangnya. Kalau menjelaskan sama turis lokal biasanya perlu dijelaskan beberapa kali, tapi kalau sama bule mereka cepat paham. Mungkin karena mereka merasa datang dari jauh, makanya pengen bener-bener bisa,” cerita si Bapak lagi.
“Jadi ya jangan sampai mereka di sini belajar bikin wayang, ehh malah suatu hari orang-orang Indonesia datang ke luar negri dengan alasan yang sama," tuturnya saya benarkan.
“Wayang itu punya kita Mbak. Jangan sampai diklaim negara lain, kita baru ribut,” saat kembali ke depan rumah, si Bapak berujar lagi.
Ia lantas kembali duduk pada tempatnya semula saat menatah wayang. Sembari melakukan kembali aktifitasnya ia menerangkan kepada kami cara pembuatan wayang seperti yang sudah saya jelaskan di tulisan pertama.
Baca juga catatan saya sebelumnya Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari, Dan Cerita Tentang Persebaran Islam di Tanah Jawa (Bagian 1)
"Wayang itu paling susah kalau bikin gunungan. Waktunya lebih lama," jelasnya kembali
"Kenapa pak?" saya ingin tahu juga. Padahal saya rasa gunungan hanya bentuknya seperti gunung saja kan?
Ia lantas meletakkan kembali alat tatahnya, masuk ke dalam rumah, dan ke luar dengan gunungan yang belum selesai ditatah.
"Ini Mbak, bikin patran ini yang susah. Motif ini rumit, nggak boleh putus, dan bikinnya nggak pakai digambar," tunjuknya pada motif yang ada di gunungan. Motif tersebut seperti ukiran dedaunan. Baru saya tahu bahwa kalau gunungan wayang jika didekatkan akan terlihat serumit itu. Pantas saja lebih lama.
“Paling penting itu generasi mudanya supaya mau melestarikan. Kalau sekolah-sekolah di sekitar sini ada pelajaran mulok, jadi di situ ada tentang pembuatan wayang. Anak-anak sekolah itu banyak yang belajar langsung di rumah-rumah para pengrajin. Di sini SMP-SMA udah banyak yang bisa cari uang sendiri, bantu-bantu bikin wayang sekaligus belajar.” tuturnya membuat saya makin salut.
Cara Menuju Kampung Wayang Kepuhsari
Untuk datang ke kampung wayang wonogiri, paculah motor sampai ke pasar Wuryantoro. Nantinya sampai di pertigaan besar dimana kalau belok ke kiri ke arah Pracimantoro, maka pilihlah jalur yang lurus arah Manyaran. Nanti belok ke kiri, tenang saja akan ada tanda jalannya yang menunjuk ke Kampung Wayang. Setelah itu lurus saja terus ikuti petunjuk jalan yang banyak terpasang.Menuju kemari susah kalau tak pakai kendaraan pribadi. Jadi sarannya bawa motor sendiri saja
Nah buat kamu yang ingin berkunjung ke Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari Manyaran Wonogiri, bisa dateng ke sana saat liburan nanti. Untuk reservasi paketan wisata, bisa menghubungi Retno: 085326775388
Wayang Village Kampung Wayang Kepuhsari
Alamat: Kepuhsari, Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah 57662
13 comments
Unik,koleksi wayang berukuran kecil mungil seperti itu ...
ReplyDeleteBisa buat gantungan kunci,dekorasi pernak pernik.
Bentuknya yang imut spt itu pasti salah satu cara menggaet minat generasi muda untuk mencintai kesenian wayang.
Iya memang unik. Lebih simpel untuk dipakai oleh2 dgn harganya yg ringan
DeleteJustru sekarang yang banyak diminati itu pernak-pernik wayang yaa?
ReplyDeleteYa mungkin kembali lagi, "pasar yang berbicara" :(
Tapi semoga banyak generasi muda yang tertarik belajar, jadi nggak ada klaim-klaiman negara tetangga lagii
Amin...
DeleteUntuk wayang yg besar ada pasarnya sendiri mbak.
Untuk wayang yg kecil2 lebih cenderung diminati para turis karna dinilai lebih simpel praktis dan emang lebih murah. Saya kemarin aja tertarik dgn gantungan besinya. Kalo mo beli wayang ya awang-awangen. Yg ukuran standar aja 200 ribuan harganya
Pernah baca tentang kampung wayang ini dari pemenang lomba blog Destinasi Wisata Jateng tahun 2016, kalau nggak salah. Tapi saya akui memang mending beli wayang yang versi kecil-kecil begitu sih. Mudah dibawa. Mantap! Baru tau kalau undangan buat Asian Games produksi Wonogiri. *Eh, ASEAN apa ASIAN mbak?*
ReplyDeleteWoh, tulisannya mb widya itu mas.
DeleteSama mas, saya juga lebih milih yg kecil.
Iya, diproduksi di kepuhsari undangannya.
Thx koreksinya ya, udah diedit. Hihi
Wew, baru tau di Manyaran ada kampung wayang kayak gini...
ReplyDeleteBiasane kalo lewat lemeng-lemeng aja dan g ada petunjuk jalannya eh...
Kayaknya bagus-bagus tu destinasi di sekitar Manyaran..
Boleh tu ke Gunung Watu Kotak sama Air Terjun Banyu Nibo.. hehe
Ada mas petunjuk jalane, tapi emang jarang.
DeleteCuss ke manyaran mas, ora adoh banget kok dari solo
Iyo.. Pas dari Jogja dulu kan lewat Manyaran.. Mungkin nggak lihat petunjuk jalanne..
DeleteAlhamdulillah di bagian akhir tertulis bahwa generasi muda ada yang meneruskannya. Krn banyak warisan budaya yg hilang krn tidak ada generasi penerusnya
ReplyDeleteIya mbak, semoga terus lestari yaa
DeleteWah jadi ingat masa kecil nih, dulu ada permen wayang gitu mbak.. terbuat dari plastik, seneng banget beli terus dikoleksi :D
ReplyDeleteAda ya? Jaman cilikku ga ada e
DeleteSemoga yang tersaji, bisa bermakna.
Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook
Terima Kasih :)