Menyapa Suku Samin, Cara Lain Melihat Blora
“Lari Dari Blora”, mungkin bagi banyak orang judul film ini terdengar asing di telinga. Pun dengan saya pada awalnya.
Sedikit tidak paham pada mulanya, kenapa judulnya Lari dari Blora? Namun usai menonton film ini rupanya film Lari Dari Blora menceritakan tentang 2 orang buronan yang lari dari penjara Blora ke wilayah Suku Samin dengan alasan Suku Samin bebas dari aturan hukum.
Kenapa mesti mencuri?
Wong diminta saja diberikan kok
Kenapa mesti berlari?
Toh tidak akan dikejar
Kata-kata tersebut merupakan penggalan ucapan WS Rendra yang berperan sebagai tetua adat Suku Samin yang sedang mengingatkan para pencuri yang hendak mengambil pisang.
Meski menonjolkan beberapa kata-kata bijak suku Samin, dan menunjukkan bahwa di Jawa Tengah masih ada masyarakat yang begitu polosnya, namun di sisi lain, film ini sejatinya mengingatkan tentang apa saja yang bisa terjadi jika sebuah tempat, hidup tanpa adanya aturan hukum.
Seperti sebuah kondisi dimana Suku Samin menjadi tempat jujugan larinya penjahat, juga adanya “penggampangan” pada perempuan. Diceritakan dalam film tersebut orang dari luar desa menyukai berpacaran dengan perempuan Suku Samin karena Suku Samin tidak memiliki aturan pernikahan yang jelas. Sehingga cenderung mudah melakukan free sex dengan perempuan di sana.
Sebenarnya saya menyanyangkan, kenapa saya harus menemukan film ini usai kunjungan saya dari Suku Samin? Ada banyak pertanyaan mengendap di benak usai menonton film tersebut. Namun ya sudahlah. Lain kali saja jika ada kesempatan lagi saya berkunjung ke sana.
Mengunjungi Suku Samin Blora
Masyarakat Samin memukul lesung |
Awal mendengar nama Suku Samin adalah dari cerita Ibu yang mengatakan bahwa sepupu jauh saya pernah mendapat penghargaan karena meneliti tentang Suku Samin. Kala itu saya hanya ber O saja. Dulu saya tidak begitu tertarik dengan hal-hal semacam ini.
Rupanya, beberapa tahun usai cerita itu saya malah berkesempatan mengunjungi Suku Samin Blora. Menyesal, kenapa ketika dulu ada kesempatan bertemu dengan sepupu, saya melewatkan menelisik jauh tentang penelitiannya.
“Kalau Suku Samin Sambong, lebih terbuka Dek sama orang,” kakak saya yang kini menjdi orang Blora memberikan pendapatnya suatu kali.
Gambaran Suku Samin dalam film “Lari Dari Blora” rasanya memang sedikit jauh dari apa yang saya temui di Suku Samin Sambong. Mungkin memang benar, pendapat kakak jika Suku Samin Sambong lebih terbuka jika dibandingkan dengan Suku Samin Klopo Duwur. Mengingat Suku Samin Klopo Duwur memang tempat asal mula Suku Samin berasal.
“Masyarakat di sini ya tau hukum. Anak-anak di sini juga sekolah, bahkan juga ada yang sampai kuliah,” cerita seorang Ibu-ibu yang merupakan warga Suku Samin,
“Agama yang dianut kebanyakan apa Bu?” seorang reporter berita online yang menjadi rekan saya hari itu mengajukan pertanyaannya.
“Ya itu kepercayaan Samin,” ujar si Ibu lagi.
Lantunan lagu Lesung Jumengglung mengalun, menambah keharmonisan suasana di Suku samin hari itu. Biarpun saya sebenarnya bukan orang kota, namun menyaksikan orang memukul lesung tetap saja membuat saya tertarik. Apalagi, yang memukul lesung adalah orang-orang Samin langsung.
Menurut informasi dari Istri tetua adat, tradisi memukul lesung sembari menyanyikan lagu-lagu tradisional serta menggunakan pakaian khas Suku Samin yang serba hitam adalah sebuah tradisi yang dilakukan untuk menyambut tamu spesial seperti hari itu. Saya mendatangi Suku samin besama rombongan Dinas Pariwista Jateng beserta beberapa rombongan Mahasiswa Asing serta Wakil Bupati Blora.
Usai melahap aneka rupa makanan tradisional Suku Samin seperti kue pasung, kami dibawa berkeliling mengitari rumah-rumah penduduk. Rumah-rumah Suku Samin bentuknya unik, sehingga cukup instagramable untuk difoto. Rumah-rumah masyarakat Suku Samin kebanyakan merupakan rumah yang terbuat dari susunan papan-papan kayu jati yang kemudian dicat. Kayu jati, memang komoditi utama daerah Blora.
Balai Pertemuan Masyarakat Samin |
Isul, teman blogger yang ikut datang ke tempat Suku Samin |
Mahasiswi Nigeria di depan rumah Suku Samin |
Kehidupan masyarakat Samin sendiri kebanyakan mengandalkan dari kehidupan agraris, bercocok tanam, juga berternak.
Jagung-jagung dijemur saat kami lewat |
Masyarakat Samin terkenal dengan kepolosannya. Itu tercermin pada saat saya bertanya-tanya pada seorang ibu-ibu yang hari itu tidak ikut menyambut kedatangan kami. Caranya bertutur menjelaskan alasannya tidak ikut berpakaian hitam-hitam karena banyak pekerjaan di rumah yang harus ia selesaikan dengan ekspresi malu-malu, berkesan polos sekali.
Sejarah masyarakat Samin sendiri bermula dari perkumpulan beberapa orang yang anti Belanda. Mereka membentuk aturan sendiri dan pantang mentaati aturan yang sudah dibuat oleh Belanda. Suku Samin memiliki sebutan lain yakni Sedulur Sikep.
Jika melihat padanan katanya, Samin dalam bahasa Jawa cenderung memiliki artian negatif. Di tempat saya sendiri Wong Samin adalah istilah untuk menyebut orang-orang nyleneh yang bahkan cenderung tidak waras. Mungkin karena itulah masyarakat Samin lebih suka disebut dengan Sedulur Sikep. Sementara Sedulur Sikep lebih memberikan artian kata tentang persaudaraan kental.
“orang yang paling bisa melindungi diri adalah diri sendiri, orang yang tidak punya kesalahan adalah orang paling sakti, dan orang yang paling sakti adalah orang yang tidak punya musuh. Kami percaya pada alam dan alam percaya pada kita. Kejujuran itu penting, kalau semua jujur, tidak ada yang perlu dirisaukan, karena orang saling percaya…”
---WS Rendra, Lari Dari Blora---
Blora adalah secuil bagian wilayah Jawa Tengah yang sebenarnya kaya. Kaya kebudayaan, kaya hasil alam, namun masyarakatnya sendiri cenderung hidup dalam kesederhanaan. Lepas dari Suku Samin, mendatangi kawasan Blora secara umum, kesan sepi adalah hal yang saya rasakan.
Yeah, jika kamu ingin merasai sendiri bagaimana Blora, bagaimana suku Samin, maka sebaiknya segera kepak ranselmu dan mulailah petualangan menjamah wilayah Blora.
10 comments
Aku tau tentang suku Samin ini beberapa tahun lalu di grup MFF. Dan kemudian, aku nanya ke sahabat dan dia sering ke Blora juga tau banyak tentang suku Samin ini. Sungguh takjub aku. Prinsip dasar hidup mereka benar berbeda, cara mereka menghormati alam dan mempertahankannya itu sungguh luar biasa.
ReplyDeleteSemoga, satu hari nanti bisa ke tempat ini.
iya mbak. aku nyesel waktu itu tidak menggali lebih jauh. Semoga suatu hari mb Ran bisa kesana mbak
DeleteAku malah baru tahu kalau ada suku yang gak kalah unik dengan suku kajang di sulawesi selatan :| kalau gak baca tulisan tentang suku samin di blog ini, mungkin gak akan pernah tau. Kapan-kapan semoga ada kesempatan buat main ke blora deh :)
ReplyDeletemas blogger beken baru tau 0.0
Deletewkwkwk. ya semoga bisa kesana ya mas. aku juga pengen dateng lagi
Yang bener - bener bebas hukum itu apa masih ada mbak? Ngeri juga kalau alasan "bebas hukum" ini dijadikan alasan buat melakukan hal-hal negatif dan kurang bermoral di masyarakat.
ReplyDeleteNggak benar-benar bebas hukum mas. Dalam film diceritakan kalau polisi sudah mencoba melakukan pendekatan secara personal pada tetua adat dan memberi peringatan juga bahwa ia tetap bisa dipenjara. Hanya saja ia masih bersikukuh. Kalau dari segi kehidupan nyatanya, dari cerita ibu-ibu di Sambong mereka taat hukum. Saya masih kurang refrensi bagaimana dgn yg di wilayah Klopo Duwur?
Deletekalau dari segi pernikahan beberapa refrensi memang menyebut, tradisi masyarakat samin adalah melakukan hubungan intim dulu ketika ada pasangan yg saling mencintai, baru mereka melapor pada orang tua dan kemudian melakukan pernikahan. Namun sebelum melakukan hubungan tersebut sudah ada semacam proses lamaran. Pernikahan mereka tidak dicatat, inilah yang menjadi peluang orang luar Samin untuk mengacau. Sepemahaman saya begitu mas
Kemarin baru aja diajak ke blora untuk berkunjung ke suku samin. Tapi belum kesampaian ke sana sih. Dri dulu sering baca tentang suku samin, suku ini memang unik. Lagi cari referensi lagi tentang suku ini :D
ReplyDeleteSemoga bisa segera ke sana gan
DeleteIki dalam rangka opo eh..?
ReplyDeleteWingi sempet baca" seputar literatur tentang Suku Samin, eh nemu iki..
Hehe. Mayan hal 2 gugel
DeleteDlm rangka promosi wisata mll mhs asing
Semoga yang tersaji, bisa bermakna.
Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook
Terima Kasih :)