Mesastila Resort, Suatu Kali di Magelang
Mesastila Resort cukup jauh dari Solo. Dan ini sebenarnya perjalanan sekitar akhir 2015 lalu. Saya pernah menuliskan perjalanan ini, dulu. Tapi rasa-rasanya tulisan lama kurang membuat saya sreg dengan bahasanya. Jadi ya sudah saya rewrite lagi saja.
Sebelumnya saya tak pernah tahu tentang Mesastila Resort. Sampai akhirnya suatu hari saya mengikuti pelatihan travel Jurnalistik yang diadakan Phinemo di resort ini.
Bagi saya, Mesastila meninggalkan sejuta kesan. Selain sebagai tempat saya pertama kali bertemu dengan traveler keren sekelas Windy Ariestanti dan Teguh Sudarisman, tentu saja beserta tim Phinemo. Di tempat inilah saya membulatkan tekad, untuk kedepannya niche blog gubugkecil adalah tentang traveling. Sedikit banyak saya terinspirasi oleh mereka, dan selalu ada bagian hati kecil saya yang berharap bisa menapaki jejak kesuksesannya suatu hari. Amin.
Pada tulisan sebelumnya saya sudah bercerita tentang atmosfer Magelang yang membawa nuansa melankolis. Tak jauh berbeda, Mesastila pun sama. Nuansa teduh di Mesastila menjebak saya dalam banyak permainan rasa.
Tentu saja rasa yang paling besar, adalah rasa ingin menginap. Wkwkwk
Jadi, Apa itu Mesastila Resort?
Sebuah Eco Resort yang berdiri di Magelang. Bangunannya, kaya akan cerita panjang. Sejarah kepemilikan yang terus berpindah-pindah, seolah memberikan pelajaran kecil, bahwa waktu menempanya untuk berproses menjadi seperti sekarang.
Panjang cerita yang terurai dari Mesastila dimulai dari kepemilikan awalnya oleh seorang Belanda. Ia terpesona akan lokasi lahan awal Mesastila, yang mana dari sini view gunung seperti: Telomoyo, Sindoro, Sumbing, Merbabu, Merapi, Andong bisa terlihat. Lahan tersebut selanjutnya disulap menjadi perkebunan kopi. Selama 40 tahunan orang Belanda tersebut mengelola kebun kopi yang semula dinamai Karangredjo Coffe Plantation ini sembari membangun pula rumah di antara perkebunan.
Menjelang Orang Belanda tersebut menua, kepemilikan selanjutnya berpindah ke Orang Indonesia. Namun karena pengelolaan kebun kopi butuh biaya lebih, selanjutnya Mesastila pun dipindahtangankan ke seorang warga Italia, yang kemudian membangun sebuah resort diantara kebun kopi. Kebun Kopi ini selanjutnya diubah namanya menjadi Losari Spa Retreat & Coffe Plantation.
Waktu tak pernah mengabadikan manusia.
Waktu terus saja menggusur keberadaan manusia dari muka bumi.
Dan suatu hari setelah waktu menamatkan ahir kehidupan orang Italia tersebut, Mesastila lantas berpindah ke PT. Recapital Advisor yang selanjutnya mengubah nama menjadi Mesastila Resort&Spa.
Menikmati Coffe Plantation Tour di Mesastila
Kopi yang baru saja disangrai |
Saya terlambat datang hari itu. Seperti biasa, ritual terlambat selalu membuat saya berlari. Yeah, nampaknya saya akrab sekali dengan dua aktivitas yang saling berhubungan ini.
Menaiki jalan menuju lobi masuk mesastila yang merupakan bekas stasiun Mayong , saya cukup terengah-engah. Saya diam sejenak di depan pintu. Sekedar mengatur nafas sembari menikmati keterpesonaan akan bentuk lobi yang unik. Yang paling khas dan sangat saya ingat itu adalah ketika saya terkaget-kaget dengan gebyuran bunga mawar dari dua bocah berbaju adat Jawa yang menjaga pintu keluar lobi. Duhh, remahan rengginan ini hari itu serasa jadi manusia spesial.
Bekas stasiun Mayong yang disulap menjadi lobi |
Salah satu daya lebih dari Mesastila adalah kita bisa menikmati asiknya Coffe Plantation Tour . Inilah yang saya lakukan hari itu. Mesastila dengan luas kebunnya yang sekitar 11 hektare sebagian diantaranya dijadikan tempat perkebunan kopi.
“Ini pohonnya adalah kopi excelsa. Nanti dahannya dahan kopi robusta atau yang lain. Excelsa dipilih sebagai induk karena tubuhnya lebih tahan penyakit. Sementara buahnya kurang laku di pasaran. Tanaman kopi bisa berumur tahunan. Yang ini umur pohonnya sudah 50 tahun,” Pak Arifin menunjuk sebatang pohon kopi sembari memberikan banyak sekali penjelasan..
“50 tahun? Nggak terlihat tua ya Pak? Tingginya mirip seperti yang lain” saya mengamati pohon kopi yang ditunjuk Pak Arifin. Membandingkannya dengan kopi yang katanya masih belia. Bentuknya sekilas sama. Hanya saja, memang sedikit lebih kekar.
“Kita jaga supaya tingginya tetap segitu. Selama produktivitasya baik, pohon kopi tidak diganti.” Ujarnya, saya mengangguk-angguk saja sok mengerti.
Bisa ketebak tentunya isi rumah Joglo ini apa?
Yap, di sinilah kita bisa icip-icip kopi Mesastila. Yang membuat makin nyenengin itu, di sini kita tidak hanya sekedar minum kopi macam berada di Kafe Kopi, tapi kita benar-benar bisa melihat proses pengolahan kopi. Dari bagaimana biji-biji kopi tersebut disangrai, ditiriskan, lantas dihaluskan, hingga kemudian tersaji menjadi segelas kopi.
Tak hanya itu, ketika di House Of Coffe Mesastila Magelang, kita bisa juga mencoba menghaluskan sendiri kopi yang mau kita minum. Bahkan juga mencicip biji kopi yang baru selesai di sangrai langsung tanpa digiling. Rasa pahit tidak enak yang saya kira bakal terjadi, ternyata justru malah sebaliknya. Kopi utuh sesudah disangrai lantas dimakan langsung bersama dengan potongan gula jawa, rupanya memberikan sensasi yahud. Sip lah rasanya.
Bentangan jarak Magelang Solo awalnya sempat membuat saya ragu. Tapi yang menguatkan saya untuk datang ke Mesastila hari itu adalah penampakan rooftop Mesastila yang keliatan cihuy tersaji di google. Saya ini selalu suka melihat air, apalagi ketika melihat kolaborasi view kolam yang berpadu dengan view hijau pohon macam kolam renang di Mesastila. Duhh, rasanya pengen jeburan sebenernya. Tapi di acara hari itu jelas tak mungkin. Makanya, saya lebih suka menikmati hawa-hawa adem, duduk-duduk di pijakan-pijakan kolam renang Mesastila.
Banyak yang menyebut Mesastla ini Ubudnya Magelang. Mungkin karena hawa adem di sini, serta penampakan kolam renang yang dibawahnya view hutan macam salah satu hotel yang terkenal di Ubud
Banyak yang menyebut Mesastla ini Ubudnya Magelang. Mungkin karena hawa adem di sini, serta penampakan kolam renang yang dibawahnya view hutan macam salah satu hotel yang terkenal di Ubud
Konsep Desa Mini Mesastila
Saya melihat resort ini itu, seperti sebuah desa. Desa yang benar-benar desa. Ibu-ibu yang bekerja di sini terlihat ke sana-kemari dengan baju daerah. Membawa tenggok, pokoknya desa banget. Apalagi, iklimnya yang sejuk, hadirnya bangunan-bangunan joglo, adanya aneka rupa tanaman sayuran, pohon-pohon yang rindang, makin menguatkan aura pedesaan yang timbul. Apalagi menurut penuturan salah seorang pegawai, katanya ketika pagi hari tiba, salah satu minuman andalan yang disajikan adalah jamu. Hemm, nampaknya konsep yang ditonjolkan memang nuansa pedesaannya ini.
Sesekali, cobalah datang kemari. Nggak perlu menginap, sekedar menikmati Coffe Pantation Tour saja sudah asik kok. Kalau tambah menginap, tentu lebih asik lagi. Seingat saya dulu tarif hotelnya kisaran harga 1,7 juta. Itu sih dulu. Selengkapnya bisa deh dicek sendiri kemari:
Mesastila Resort & Spa
Mesastila Resort & Spa
Alamat: Desa Losari, Grabag, Magelang, 56100Telepon:(0298) 596333
32 comments
Lohh loh ternyata mbak Aida iki ya ikutan acara Phinemo yang MesaStila tahun lalu to? Wahh kita belum sempat bersapa waktu itu hahaha.
ReplyDeleteweh, weh, dirimu yo ikut mas? aku dulu padahal sudah kenal jejakbocahilang lhoo. cuma nggak tau kalau yang nulis dirimu :D sek tak coba bongkar foto, kali enek fotomu
DeleteIyes.
ReplyDeleteMagelang salah satu tempat yg sudah Uti incar sejak lama
Tulisan ini jadi menambah mupeng uti tuk segera membuktikan tulisan mba Aida
Hihi, cobain ti mampir ke mesastila. Dijamin nggak nyesel deh
Deletewaah disini toh bekas stasiun mayong dipindahkan. padahal bangunannya unik, sayang kalo harus dipindah disitu
ReplyDeleteKarena sebelumnya bekas stasiun ini mau dihancurkan mas, tapi kemudian orang Italia yang membangun resort Losari menyelamatkannya, lantas membawanya kemari. Coba kalau nggak dipindah sudah hancur mungkin mas
DeleteSebagai peminum kopi, saya penasaran itu yang makan kopi habis disangrai dengan gula jawa... Kayaknya sensasinya unik ya mbak?
ReplyDeleteHyup mas. Kamu harus coba :D
DeleteJadi pengen kesana nih mb...
ReplyDeletecuss mbak :)
DeleteWah, aku malah belum pernah kesana padahal ortuku di Magelang :)
ReplyDeleteSempatin mb buat mampir kalo pas mudik :)
Deletepemandangannya langsung bikin jatuh cinta :)
ReplyDeleteMemang pantas untuk dicintai mbak :D
Deletemencicipi kopi dan langsung bisa lihat perkebunan kopinya... wahhh keren banget... sekaligus tau cara mengolahnya..
ReplyDeleteKeren dan asik serasa rumah pribadi :)
DeleteWih ini di Grabag? Wah kudu dicoba nih kalau mudik ke Grabag hihihi...
ReplyDeleteYup grabag. Desa yg masih teduh, sejuk dan asri
DeleteAaaak tempatnya kece banget. Cocok banget buat weekend gateway nih. Dulu pas ada acara workshop ini sempat pengen ikutan, tapi akhirnya cancel.
ReplyDeleteSalam kenal ya, mbak.
Salam kenal kembali mbak. Waah berati sayang ya kita nggak jadi ketemu
DeleteAku juga naksir sama rooftopnya. ^_^
ReplyDeleteKece yo mbak
DeleteAdem banget suasananya.
ReplyDeleteApalagi dinikmati dengan segelas kopi. Aih... mantapnya tak terkira.
Pol mantape mas
Deletepermalamnya mahaaal....ahaha
ReplyDeletejual view sama suasana ya pantaslah kalau untuk kalangan menengah ke atas.
ini lagi nyoba masukin proposal kerjasama, biar bisa dapet nginep disitu... ahahay :D plus spa, xixixix
Kalau dapet jangan lupa tawarkan gubug ya mas. Gubug diajak juga kerjasamanya :D
Deletewah ... indah bgt pemandangannya ya mbak
ReplyDeleteYa begitulah ms. Indah
DeleteDuh kayanya kalo nginep disini tenang, damai. Keren nih Mesastila resort bisa jadi referensi menginap kalo ke Magelang
ReplyDeleteBisa banget ms bud. Mesti coba tuh bobok disana kalau ke magelang
DeletePokoknya udah berjanji, one day mesti ke tempat ini! ^^ *nabung
ReplyDeleteSemangat mbakkk. Pasti bisa
DeleteSemoga yang tersaji, bisa bermakna.
Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook
Terima Kasih :)