Mari Serius Ngopi di Ngopi Serius
Ini sebenarnya tulisan lama saya di akun kompasiana. Tapi hari ini saya ingin menyemikannya kembali di blog ini.
***
“I love kopi”
Kata itu begitu sering terdengar di telinga saya. Pasalnya, Kakak saya, kawan saya, Om, dan pakde saya, adalah penggila. Mania kopi jenis apapun, yang tidak bisa saya mengerti kenapa mereka begitu doyan.
Pada dasarnya, selera memang tidak untuk diperdebatkan. Kemampuan lidah seseorang itu memang berbeda. Saya tidak begitu suka kopi, sekedar penikmat dikala butuh bergadang, atau ketika ingin mencoba varian minuman. Namun saya menjadi sedikit memahami tentang “Kopi” saat saya bertandang ke sebuah kedai kopi di wilayah kota solo.
Dari stasiun Purwosari ke selatan, memasuki sebuah gang di selatan Rumah sakit Kasih Ibu, tepatnya di jalan Melati 07, Purwosari-Surakarta, kita akan menemui sebuah kedai kopi dengan nuansa klasik. Sebuah tempat yang pastinya asyik untuk ngorolin kanan-kiri, maupun mencari inspirasi.
“Ngopi serius” sebuah nama yang membuat saya sedikit mengernyit aneh. Serius amat ini namanya, seolah kedai ini memberi peringatan saya sebagai seseorang yang tidak begitu kuat minum kopi, untuk tidak masuk ke dalam area ini. Tetapi lantaran penasaran, akhirnya sayapun memberanikan diri memasuki kedai itu dan menjajal kopinya.
Suasana ngopi serius |
Sementara itu, di sisi kanan, terdapat beberapa gambar yang seolah ingin berkata bahwa kopi itu, terkenal secara internasional. Salah satu gambarnya adalah tentang quotesnya Abraham Lincoln
“If this is coffe please bring me some tea. but if this tea please bring me some coffe.” Hemm, Quotes yang sedikit membigungkan.
“Ngopi Serius”, rupanya begitu “serius” dengan kopinya. Terhitung ada 36 menu kopi dari beberapa daerah yang bisa dicicipi. Tenang saja, harga kopi di sini tidak akan terlalu membuat dompet kita terkuras banyak. Cukup siapkan kocek antara 10-50 ribu untuk mencicipi rasa original coffe. Nah, di bawah ini saya fotokan menu kopi asli dan harganya yang mungkin bisa dijadikan piihan saat datang kemari. Tapi mungkin harganya sudah banyak berubah. karena ini foto yang cukup lama
Daftar Harga Ngopi Serius |
“Nggak apa-apa mas, saya hanya ingin kopi saya ditambahkan sesuatu yang bisa membuat rasanya sedikit manis,” ujar saya pasrah.
Akhirnya, mas Chiko, sang barista, menambahkan cairan putih –mungkin susu- ke dalam kopi saya. Baru setelah itu, saya bisa menikmatinya. Padahal, saat menyajikan, mas barista berpesan kopinya bakalan enak kalau minumnya pelan-pelan. Tapi, namanya “nggak biasa” sepelan apapun tetap saja saya gagal menikmatinya. Baru, setelah ditambahkan cairan putih itu saya mampu meneguknya. Dan menemukan kata “enak”
Dapat setengah gelas, entah sugesti pikiran saya yang sudah mengklaim “nggak kuat kopi” atau pada dasarnya saya memang sedang kurang sehat untuk menikmatinya. Kepala saya mendadak kliengan, dan tangan menjadi dingin. Nina, sahabat saya yang menemani saya ngopi hanya terkekeh saat saya mengeluh.
“Payah! Gaya banget kamu. Gitu aja pusing!” ujarnya membuat saya merasa benar-benar payah.
Saya BBM teman saya, seorang pecinta kopi yang begitu merekomendasikan tempat ini tentang kondisi saya. Ia pun sama saja, hanya terkekeh.
“Berarti kamu nggak suka kopi” komentarnya.
Komentar yang sadis, padahal saya tadi sudah merasa malu, ketahuan bukan pecinta saat minta tambahan gula pada sang barista tadi. Nah sekarang kawan saya malah bilang seperti itu.
“Itu kopi robusta, caffeinnya gede binggo. Sambil ngemil kalo minum itu,” sarannya kemudian.
Berbeda dengan teman saya, menurut sang Barista, Kintamani harusnya tidak terlalu berat karna termasuk Arabica. Entahlah. Yang pasti saya menuruti teman saya untuk ngemil. Saya-pun memesan roti bakar. Tak butuh beberapa lama pesanan roti bakar sudah terhidang. Pelayanan yang cepat.
“Robusta biji kopi lebih besar daunnya juga lebih besar, tapi rasanya tak seenak Arabica. Bagi kebanyakan maniak kopi , Arabica lebih enak. Bijinya lebih kecil dari robusta. Budidayanya juga lebih sulit karna banyak hamanya. Kalau Robusta caffeinnya lebih besar dari arabica”
Saya mengangguk-angguk dengan penjelasan Nina. Kehadiran roti bakar memang membantu. Saya coba acuhkan rasa pusing saya. Mensugesti diri, bahwa saya baik-baik saja. Dan cukup berhasil. Menikmati roti bakar dengan segelas kopi kintamani, sambil berpikir “I’m okey”, rupanya memang nikmat sekali.
Saya iseng bertanya darimana asal biji-biji kopi ini didapatkan. Mas barista menerangkan bahwa semua kopi ini didapatkan dari petaninya langsung. Yang kemudian proses roasting dilakukan di Jogjakarta.
Nah, untuk standar step pembuatan kopi di “Ngopi serius” dimulai dari proses grinder atau bahasa lainnya penggilingan. Kopi di grinder langsung saat pembeli memesan. Tentu saja ini untuk menjaga kualitas rasanya. Nah selanjutnya, Kopi diseduh sesuai permintaan. Ada beberapa macam alat penyeduhan di sini, yakni : Rok Presso, Syphon, V60, French Presh, dan Vietnam Drip.
Buat kamu pecinta kopi mungkin tidak asing lagi dengan nama-nama ini. Tapi buat saya, Nama-nama itu terdengar sangat asing. Pesanan saya, Kopi Bali Kintamani sendiri dibuat dengan Aeropress. Sebuah alat semacam suntikan menurut saya #gumun mode on. Nah ini proses pembuatan kopi kita.
“Kopi Indonesia itu dikenal luas di dunia. Kita patut bangga!” ujar Nina sembari memandangi deretan toples biji kopi yang sudah dilabeli nama-nama kopi asal daerahnya di “Serius Ngopi”.
Ya, saya bangga. Mendadak, saya bisa sangat memaklumi bagaimana para pecinta kopi di sekitar saya begitu bahagianya ketika mereka mendapat oleh-oleh kopi dari daerah lain. Karena ternyata rasa tiap kopi itu berbeda tiap daerah, tergantung bagaimana ia hidup di lingkungan tanah dan kelembapan seperti apa.
Mengakhiri kunjungan ke “Ngopi serius” saya sempat menanyai Farid, seorang pengunjung yang sudah beberapa kali datang. “Mas, sebagai penggemar kopi berikan kata-kata yang bisa menggambarkan tentang kopi,”
“Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata pokoknya” jawabnya membuat saya dan Nina terkekeh. Sales dari sebuah perusahaan farmasi ini mengaku sudah sejak lama menjadi pecinta kopi.
Saya jadi ingat, dahulu sebelum film filosofi kopinya Juli Estelle booming, saya pernah menemukan novel yang cukup heboh tentang filosofi kopi dan gula yang muncul di berbagai threat juga aplikasi HP. Judulnya, “Kisah Dua Kamar”. Saya sampai 2 kali baca novel ini.
Cuplikan tentang kopi yang saya suka dalam novel tersebut:
Ibarat kopi item nih ya lo tambahin gula gula sedikit demi sedikit, trus lo rasain...
kalo emang masih kurang ya lo tambahin lagi sampe rasanya pas.
Tiap orang khan pasti punya pahit dan manis nya idup.
Nah sekarang kalo lo emang baru ngerasain paitnya, ya lo usaha cari gulanya lah.
Hemm, kopi ternyata mampu membuat orang melankolis. Saya juga jadi teringat tentang ucapan pakde saya dulu sekali, “Kopi itu rasanya hanya bisa dimengerti orang-orang yang tahu seni.” Yeah, mungkin memang benar demikian. Sepengamatan saya mereka-mereka yang punya feel bagus masalah seni, doyan sekali meneguk kopi. Itu sih menurut saya. Mungkin kamu punya pendapat lain. Hehehe
2 comments
Uti ngga suka ngopi. Tapi sering teman atau saudara yg suka nanya ngopi yg ensk dimana.
ReplyDeleteNah pas banget ini postinganya..
Wah, kalau kesini saya juga bakal malu deh karena bukan pecinta kopi Mba.
ReplyDeleteKalau ada kopi vietnam, paling pilih ini.
Semoga yang tersaji, bisa bermakna.
Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook
Terima Kasih :)